![]() |
DATA: Pertumbuhan Ekonomi - Foto Dok BI |
Penulis: Didit Wahyu Pradipta
HABARIAJA.COM, BANJARMASIN - Target pertumbuhan ekonomi 8% yang disampaikan oleh pemerintahan Presiden Prabowo memang terdengar ambisius. Angka ini belum tertuang dalam RPJMN atau dokumen resmi pembangunan lainnya, tetapi jelas bahwa target ini bukan sekadar mimpi tanpa dasar. Target pertumbuhan ekonomi ini dilatarbelakangi oleh salah satu prasyarat tercapainya Visi Indonesia Emas 2045 - di mana Indonesia diproyeksikan menjadi negara maju dan menjadi kekuatan ekonomi terbesar nomor 4 di dunia. Bappenas memprakirakan Indonesia butuh tumbuh rata-rata 7% agar dapat keluar dari middle income trap dan menjadi negara maju sebelum 2045. Apakah target ini realistis? Mari kita lihat ke belakang. Pada tahun 1995, Indonesia pernah tumbuh 8,2%, dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi 7,3% selama periode 1986 - 1997. Artinya, kita pernah berada di jalur yang benar. Namun, dalam satu dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi nasional stagnan di sekitar 5%, ditambah kontraksi akibat pandemi COVID-19. Maka, jika kita ingin kembali ke jalur pertumbuhan tinggi, dibutuhkan strategi percepatan dan reformasi struktural yang serius.
Lalu, bagaimana dengan Kalimantan Selatan? Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tentu ingin berkontribusi pada target nasional dengan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah mencapai 8%. Secara historis, angka ini memang belum pernah tercapai di Kalsel. Tapi, apakah mustahil? Tidak juga. Kita bisa belajar dari dua contoh: Tiongkok dan Sulawesi Tengah. Tiongkok, sejak dekade 1990-an hingga 2020-an, tumbuh dua digit secara konsisten berkat transformasi ekonomi berbasis investasi dan hilirisasi industri. Sulawesi Tengah juga mencatat pertumbuhan rata-rata 11,23% dalam 10 tahun terakhir, didorong oleh investasi besar di Morowali, khususnya di sektor hilirisasi nikel. Terdapat kesamaan dari kedua contoh ini - investasi yang kuat dan hilirisasi sektor unggulan.
Dari sini, kita bisa menarik kesimpulan sederhana: jika Kalimantan Selatan ingin tumbuh tinggi, maka investasi harus menjadi motor penggeraknya. Namun, investasi yang seperti apa? Jawabannya adalah investasi yang berorientasi pada hilirisasi sumber daya alam lokal agar memberikan nilai tambah lebih besar bagi ekonomi daerah dan menciptakan lapangan kerja. Misalnya, sektor pertambangan dan perkebunan yang selama ini menjadi andalan Kalsel bisa didorong untuk naik kelas melalui pengolahan di dalam negeri, bukan sekadar mengandalkan ekspor bahan mentah.
Tentu, mendatangkan investasi bukan perkara mudah. Investasi butuh kepastian hukum, infrastruktur yang memadai, serta ekosistem bisnis yang kondusif. Inilah yang harus menjadi fokus kebijakan pemerintah daerah. Untungnya, Kalimantan Selatan memiliki wadah yang diinisiasi oleh Bank Indonesia, seperti Regional Investor Relation Unit (RIRU) Intan Kalsel, yang bertujuan menghubungkan pemerintah daerah dengan calon investor potensial. Namun, peran RIRU perlu lebih ditingkatkan dengan strategi promosi yang lebih proaktif, insentif fiskal yang menarik, serta reformasi birokrasi yang memangkas hambatan investasi.
Selain investasi, ada satu faktor lain yang tak boleh diabaikan: kualitas sumber daya manusia (SDM). Tanpa SDM yang siap, investasi sebesar apa pun tidak akan memberikan dampak optimal. Kalsel harus memastikan bahwa tenaga kerja lokal memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri yang berkembang, misalnya melalui pendidikan vokasi dan pelatihan berbasis industri.
Di sisi lain, kebijakan Bank Indonesia juga memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan makroprudensial seperti Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) diharapkan mampu meningkatkan akses pembiayaan dan mendorong investasi. Dengan kebijakan ini, sektor perbankan dapat lebih fleksibel dalam menyalurkan kredit ke sektor-sektor produktif, yang pada gilirannya dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah seperti Kalimantan Selatan. Selain itu, kebijakan stabilitas nilai tukar dan penguatan digitalisasi sistem pembayaran juga mendukung penciptaan ekosistem investasi yang lebih kondusif.
Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan terjadi dengan sendirinya. Diperlukan perencanaan yang matang, sinergi yang erat antara pemerintah daerah dan sektor swasta, serta konsistensi dalam implementasi kebijakan. Tanpa koordinasi yang baik antara berbagai pemangku kepentingan - baik di tingkat pusat maupun daerah - target pertumbuhan ekonomi 8% hanya akan menjadi angka di atas kertas. Oleh karena itu, komitmen untuk menjalankan kebijakan yang tepat dan eksekusi yang disiplin menjadi kunci utama dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan yang berkelanjutan.
Mencapai pertumbuhan ekonomi 8% bukanlah tugas mudah, tetapi bukan pula sesuatu yang mustahil. Dengan strategi yang tepat - fokus pada investasi, hilirisasi industri, perbaikan ekosistem bisnis, penguatan kebijakan makroprudensial, dan peningkatan kualitas SDM - Kalimantan Selatan bisa menjadikan target ini lebih dari sekadar angan-angan. Sebab, dalam ekonomi, sebagaimana dalam hidup, yang membedakan mimpi dan kenyataan adalah eksekusi yang tepat.