Trending

Habari Aja

Mengukuhkan Kalimantan Sebagai Penopang Ketahanan Energi dan Pangan Indonesia

 

ILUSTRASI: Ketahanan Energi - Foto Dok BI


HABARIAJA.COM, BANJARMASIN - Kalimantan memiliki peran sebagai penopang agenda besar nasional, terutama agenda memperkuat kedaulatan negara (state sovereignty) dan keamanan nasional (national security), melalui penguatan ketahanan ekonomi. Ketahanan ekonomi berbasis kemandirian pangan dan energi adalah keniscayaan bagi kelangsungan bangsa kita. Urgensi kebutuhan Indonesia menjaga ketahanan pangan dan energi Indonesia dari segala aspek ancaman yang berasal dari dalam dan luar negeri terus menguat seiring perkembangan dinamika ketegangan politik, ekonomi dan perdagangan global yang mengkhawatirkan.

Di bidang ketahanan energi, Indonesia perlu terus berbenah meningkatkan level Indeks Ketahanan Energi Indonesia yang saat ini mencapai 6,69, diukur dari aspek ketersediaan, kemudahan akses, keterjangkauan dan penerimaan.  Proses penguatan ketahanan energi ini perlu dirumuskan dan diimplementasikan dalam kebijakan dan strategi yang tepat sejalan dengan arah dukungan Indonesia dalam proses transisi energi untuk mencapai target emisi net-zero pada tahun 2060. Diantara kebijakan tersebut berupa Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).  

Peran Kalimantan, sebagai salah satu daerah produsen utama batubara, perlu dijaga keberlanjutannya. Saat ini ketergantungan ekonomi Kalimantan sebagai sumber penerimaan ekspor batubara mencapai 20-30% terhadap PDRB berdasarkan data Januari 2025. Ketergantungan tinggi ini menyebabkan ekonomi Kalimantan mengalami keterpaparan terhadap risiko dinamika geopolitik, ketidakpastian dan dinamika kebijakan ekonomi global lainnya, sehingga perlu diperkuat dengan kebijakan hilirisasi dan diversifikasi ekonomi yang tepat.

Bumi hitam (black earth) menuju pertumbuhan hijau (green growth)

Keterpaparan berikutnya yang perlu diantisipasi adalah pelemahan  permintaan terhadap bahan mentah batubara akibat tuntutan international yang semakin kuat terhadap ekonomi hijau dan sumber daya terbarukan. Demikian juga di domestik, komitmen Indonesia Hijau, yaitu komitmen Indonesia untuk menjadi negara rendah karbon dan berkelanjutan, meliputi pembangunan energi bersih, penerapan ekonomi hijau, dan pengurangan emisi, menjadi tantangan tersendiri terhadap kesinambungan permintaan batubara di tanah air.  Karena itu, tantangan baru ini perlu kita sikapi bersama sebagai peluang untuk melakukan hilirisasi secara terintegrasi sehingga sumberdaya alam batubara selain tetap menjadi sumber energi utama di Indonesia, pada pada saat bersamaan membantu mempercepat realisasi komitmen Indonesia terhadap penggunaan energi yang ramah lingkungan. 

Hal yang membangkitkan optimisme kita saat ini adalah kuatnya komitmen pemerintah mengembangkan kebijakan industrialisasi dan hilirisasi sehingga tertuang dengan eksplisit pada Program Asta Cita. Komitmen pemerintah tersebut juga didukung oleh pemberian insentif berupa royalti sebesar nol persen bagi IUP yang melakukan hilirisasi batubara sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Oleh karena itu, saat ini yang perlu kita kembangkan adalah pengkajian secara mendalam potensi peningkatan nilai tambah batubara Kalimantan. 

Hilirisasi bahan mentah batubara menjadi sumber energi yang memiliki nilai tambah yang besar sekaligus mengisi peran substitusi impor yang mengurangi ketergantungan industri dalam negeri dari luar negeri seperti Coal Bed Methane (CBM), Amonia, Coal Gasification dan lainnya saat ini menjadi sangat strategis. Sebagai gambaran, hilirisasi batubara menjadi metanol, material utama dalam produk biodiesel, dapat mengurangi ketergantungan sekitar 80% kebutuhan metanol Indonesia dari negara lain. Sinergi produk turunan Batubara dan CPO berpotensi memperkuat sinergi antar komoditi dalam menyukseskan agenda nasional pemerintah yang tahun 2025 telah menetapkan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kiloliter (kl) biodiesel dengan rincian, 7,55 juta kl diperuntukkan bagi Public Service Obligation atau PSO. Sementara 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO. 

Sinergi antar kebijakan

Sinergi kebijakan ketahanan energi dari produk turunan batubara ini dapat juga dilakukan dengan memperkuat ketahanan pangan. Diantaranya dapat berupa pemanfaatan Amonia sebagai bahan baku pupuk dan hilirasasi batubara menjadi produk pupuk batubara, yang memiliki keunggulan dalam memperbaiki kualitas tanah dan daya serap pupuk oleh tanaman. Dampak dari hilirisasi batubara ini turut menopang kesukesan program-program ketahanan pangan seperti cetak sawah rakyat, food estate dan lainnya, melalui penyediaan bahan baku pupuk yang lebih berkualitas dan terjangkau bagi masyarakat luas. 

Menjadi tugas mulia bagi pemangku kebijakan, akademisi, perbankan, kalangan pengusaha dan masyarakat di Kalimantan untuk bersinergi dalam mengoptimalkan manfaat hilirisasi batubara dan mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi melalui dukungan kebijakan fiskal dan non-fiskal seperti teknologi, permodalan dan lainnya.  Percepatan hilirisasi batubara juga dapat dilakukan dengan pemberian skema insentif dan disinsentif yang lebih efektif, menguatkan mekanisme monitoring jadwal hilirisasi sesuai komitmen pemilik IUPK dan dengan tetap berpihak pada kelestarian ekologi dan terhadap komitmen inklusi dengan mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja lokal sehingga dampak hilirisasi batubara dapat secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kalimantan.

Seiring dengan itu, kebijakan ketahanan pangan yang didorong oleh penguatan hilirisasi batubara menjadi sebuah solusi strategis untuk menjaga kesinambungan pendapatan serta mempercepat pertumbuhan ekonomi Kalimantan. Dengan demikian, Kalimantan berpotensi menjadi katalisator bagi terwujudnya sinergi kebijakan dalam transformasi ekonomi nasional, yang menghasilkan stabilitas dan ketahanan ekonomi nasional yang berkelanjutan

Sumber: Prayudhi Azwar, (Ekonom Senior Kantor Perwakilan Bank Indonesi Provinsi Kalimantan Selatan)
Lebih baru Lebih lama